Beliau adalah anak kepada Asma binti Abu Bakr dan Az-Zubair bin Al-’Awwam radhiyallahu ‘anhu, salah seorang As-Sabiqunal Awwalun (para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang pertama-tama masuk Islam). Beliau ialah adik kepada Abdullah bin Zubair dan anak saudara kepada Aisyah binti Abu Bakr.
Sejak kecil, 'Urwah tinggal di rumah Aisyah. 'Urwah menimba hadis, tafsir, fiqh, faraid dan berbagai ilmu lainnya daripada Aisyah. Sehingga apabila beliau dewasa, 'Urwah diakui sebagai salah seorang daripada tujuh fuqaha Madinah (al-fuqaha al-sab’ah) yang menjadi rujukan fatwa pada masa itu. 'Urwah bin Al-Zubeir meninggal dunia pada tahun 94 H.
Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan: Yang paling mengetahui hadits (yang diriwayatkan) ‘Aisyah adalah ‘Urwah, ‘Amrah, dan Al-Qasim.
Suatu hari ‘Urwah diundang oleh Khalifah Walid bin Abdul Malik untuk datang ke istananya di Syam. ‘Urwah segera memenuhi jemputan tersebut lalu berangkat dari Madinah ke Syam. Di tengah perjalanan, ‘Urwah merasakan sesuatu penyakit di kakinya. Tidak lama kemudian, timbul sebuah bisul di kakinya itu yang lalu pecah dan menjadi sebuah luka.
Setibanya di Syam, Khalifah Al-Walid mendatangkan seorang tabib untuk memeriksa luka tersebut. Setelah memeriksa penyakit itu, tabib menyimpulkan bahawa luka tersebut harus segera diubati,jika tidak penyakit itu akan menyebar ke seluruh badan. Tabib itu berkata satu-satunya cara untuk menghentikan penyebaran infeksi itu adalah dengan memotong kaki tersebut.
Singkat cerita, ‘Urwah setuju kakinya dipotong. Tabib lalu meminta agar ia meminum ubat bius terlebih dahulu sebelum pemotongan dilakukan agar ia tidak merasakan sakit, tapi ‘Urwah menolaknya. Beliau memilih tetap berada dalam sedar sehingga dapat mengingati Allah meski harus merasakan kepedihan yang sangat.
Akhirnya, jadilah tabib itu memotong kaki ‘Urwah dengan gergaji, sementara ‘Urwah dengan penuh kesabaran menyaksikan hal itu tanpa mengeluarkan suara kesakitan.
Pada saat yang sama, seorang anak ‘Urwah yang ikut bersamanya dalam perjalanan tersebut mengalami sebuah kemalangan. Seekor keldai menendangnya hingga mati. Apabila mendengar berita sedih ini, ‘Urwah tidak memberi komen apa-apa.
Baru ketika dalam perjalanan pulang ke Madinah, ‘Urwah terdengar berdoa seperti ini: “Ya Allah, Engkau memberiku tujuh orang anak. Jika Engkau mengambil satu orang daripada mereka, maka Engkau masih meninggalkan enam lainnya. Dan Engkau memberiku empat anggota (dua tangan dan dua kaki). Jika Engkau mengambil salah satu daripadanya, maka Engkau masih meninggalkan tiga lainnya.”
Masya Allah, tokoh besar ini masih dapat menemukan alasan untuk memuji Allah meski dalam musibah yang sangat memilukan hati. Tidak banyak orang yang tetap dapat menjaga pikiran positif, apalagi bersyukur kepada Allah, di tengah hantaman musibah yang bertubi-tubi. Hanya orang yang memiliki sifat redha kepada Allah sahaja yang dapat melakukan hal itu.
(Diambil daripada artikel Ustaz Omar dalam Majalah Solusi)
Setibanya di Syam, Khalifah Al-Walid mendatangkan seorang tabib untuk memeriksa luka tersebut. Setelah memeriksa penyakit itu, tabib menyimpulkan bahawa luka tersebut harus segera diubati,jika tidak penyakit itu akan menyebar ke seluruh badan. Tabib itu berkata satu-satunya cara untuk menghentikan penyebaran infeksi itu adalah dengan memotong kaki tersebut.
Singkat cerita, ‘Urwah setuju kakinya dipotong. Tabib lalu meminta agar ia meminum ubat bius terlebih dahulu sebelum pemotongan dilakukan agar ia tidak merasakan sakit, tapi ‘Urwah menolaknya. Beliau memilih tetap berada dalam sedar sehingga dapat mengingati Allah meski harus merasakan kepedihan yang sangat.
Akhirnya, jadilah tabib itu memotong kaki ‘Urwah dengan gergaji, sementara ‘Urwah dengan penuh kesabaran menyaksikan hal itu tanpa mengeluarkan suara kesakitan.
Pada saat yang sama, seorang anak ‘Urwah yang ikut bersamanya dalam perjalanan tersebut mengalami sebuah kemalangan. Seekor keldai menendangnya hingga mati. Apabila mendengar berita sedih ini, ‘Urwah tidak memberi komen apa-apa.
Baru ketika dalam perjalanan pulang ke Madinah, ‘Urwah terdengar berdoa seperti ini: “Ya Allah, Engkau memberiku tujuh orang anak. Jika Engkau mengambil satu orang daripada mereka, maka Engkau masih meninggalkan enam lainnya. Dan Engkau memberiku empat anggota (dua tangan dan dua kaki). Jika Engkau mengambil salah satu daripadanya, maka Engkau masih meninggalkan tiga lainnya.”
Masya Allah, tokoh besar ini masih dapat menemukan alasan untuk memuji Allah meski dalam musibah yang sangat memilukan hati. Tidak banyak orang yang tetap dapat menjaga pikiran positif, apalagi bersyukur kepada Allah, di tengah hantaman musibah yang bertubi-tubi. Hanya orang yang memiliki sifat redha kepada Allah sahaja yang dapat melakukan hal itu.
(Diambil daripada artikel Ustaz Omar dalam Majalah Solusi)